Kisah Nenek Pemungut
Daun
Ini ada kisah menarik dari sebuah buku yang saya baca.
Semoga menjadikan kita semakin mencintai Nabi Muhammad, Rosululloh saw. Alloh
huma sholi ala Muhammad wa ala ali Muhammad.
Dahulu di sebuah kota
di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di
pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung
di kota itu. Ia
berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid
sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia
mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar
dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia
membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang
hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.
Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu
hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan
tua itu datang.
Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai
salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada
satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan
keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah isapukan sebelum
kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya.
"Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan
kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."
Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan
itu seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada
perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu.
Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya
Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan
ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat
mendengarkan rahasia itu.
"Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya.
"Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya
jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng
Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu
salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi
menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat
kepadanya."
Kisah ini saya dengar dari Kiai Madura, D. Zawawi Imran,
membuat bulu kuduk saya merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan
saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan
kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Alloh swt.
Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat
mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Alloh. Dan siapa lagi
yang menjadi rahmat semua alam selain Rasululloh saw?